Beranda | Artikel
Bolehkah Menjual Kulit Hewan Kurban namun Hasilnya Disedekahkan?
Rabu, 22 Juni 2022

Bolehkah Menjual Kulit Hewan Kurban namun Hasilnya Disedekahkan?

Pertanyaan:

Bolehkah panitia kurban menjual kulit hewan kurban lalu hasil penjualannya disedekahkan untuk orang yang tidak mampu? 

Karena kulit hewan kurban biasanya hanya bermanfaat jika keadaan utuh. Sedangkan umumnya tidak memungkinkan untuk memberikan kulit secara utuh kepada satu orang miskin. Sehingga panitia biasanya menjual kulit lalu hasil penjualannya dibagikan kepada orang-orang miskin. Mohon pencerahan dan solusinya.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du,

Menjual bagian-bagian dari hewan kurban, baik daging, kulit, kepala, dan semisalnya, jika kemudian hasil penjualannya dikembalikan kepada shahibul qurban atau panitia kurban, ini jelas tidak diperbolehkan. Sebagaimana dalam hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ia berkata:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا . قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk menyembelih kurban beliau, dan menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan jilal-nya (bagian kulit), serta tidak memberikan salah satu dari itu kepada jagal (sebagai upah). Dan kami biasa memberi upah jagal dari kantong kami” (HR. Al Bukhari no.1717, Muslim no.1317).

Hadis ini jelas menunjukkan tidak bolehnya menjual kulit jika hasilnya kembali kepada shohibul qurban atau panitia kurban. Al-Hijawi dalam matan Zadul Mustaqni mengatakan:

ولا يبيع جلدها ولا شيئا منها ، بل ينتفع به

“Tidak boleh menjual kulit hewan kurban dan tidak boleh menjual bagian apapun darinya. Bahkan seharusnya dimanfaatkan (disedekahkan)”.

Namun masalahnya berbeda jika kasusnya adalah menjual kulit hewan kurban lalu hasilnya disedekahkan, bukan dikembalikan kepada shohibul qurban atau panitia.

Jumhur ulama melarang menjual kulit sama sekali, walaupun untuk disedekahkan. Sebagian ulama membolehkan dengan alasan bahwa ditukarnya kulit dengan uang lalu disedekahkan, ini tidak keluar dari makna kalimat “menyedekahkan dagingnya, kulitnya” yang ada dalam hadis di atas. Selama daging tersebut memberi kemanfaatan kepada orang miskin dan masyarakat, maka sudah tercapai tujuan dari distribusi hewan kurban. Diriwayatkan oleh al-Khallal dengan sanadnya sampai kepada Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhu:

إن ابن عمر باع جلد بقرةٍ وتصدق بثمنه

“Bahwa Ibnu Umar pernah menjual kulit sapi dan menyedekahkan hasil penjualannya” (Al-Inshaf, 4/93).

Ishaq bin Manshur pernah bertanya kepada Imam Ahmad:

جلود الأضاحي ما يصنع بها ؟ قال : ينتفع بها ويتصدق بثمنها . قلت : تباع ويتصدق بثمنها ؟ قال : نعم ، حديث ابن عمر

“Kulit hewan kurban harus diapakan wahai Imam Ahmad? Beliau menjawab: Dimanfaatkan dan disedekahkan dari hasil penjualannya. Ishaq bin Manshur bertanya lagi: Berarti boleh dijual dan hasilnya disedekahkan? Imam Ahmad menjawab: Iya benar, dalilnya hadis (perbuatan) Ibnu Umar” (Al-Inshaf, 4/93).

Pendapat yang membolehkan menjual kulit untuk disedekahkan adalah pendapat mu’tamad dalam mazhab Hanafi. Disebutkan dalam kitab Tabyinul Haq (Kitab Fiqih Hanafi):

ولو باعهما بالدراهم ليتصدق بها جاز ; لأنه قربة كالتصدق بالجلد واللحم

“Andaikan seseorang menjual kulit hewan kurban dan mendapatkan dirham darinya, lalu bersedekah darinya, ini boleh. Karena ini adalah bentuk ketaatan yang sama seperti menyedekahkan kulit dan daging secara langsung” (Tabyinul Haq, 6/9).

Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan:

اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا : ويصرف ثمنه مصرف الأضحية

“Para ulama sepakat tentang tidak bolehnya menjual daging kurban. Maka demikian juga kulit. Namun sebagian ulama membolehkan seperti Al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat Syafi’iyyah. Mereka mengatakan: boleh jika hasilnya disedekahkan kepada para penerima daging kurban” (Nailul Authar, 5/153).

Wallahu a’lam, pendapat yang membolehkan menjual kulit hewan kurban untuk disedekahkan hasilnya, adalah pendapat yang kuat. Karena dilandasi oleh hadis-hadis dan atsar dari sahabat Nabi. Sehingga tidak mengapa menjual kulit hewan kurban kepada pengepul kulit atau pihak lainnya, kemudian hasilnya disedekahkan kepada orang-orang miskin atau para penerima kurban. 

Namun kami lebih menyarankan solusi yang lebih baik, yaitu agar panitia hewan kurban menyedekahkan kulit hewan kurban kepada orang miskin atau kepada masyarakat secara utuh. Kemudian setelah diserahkan kepada mereka, barulah mereka yang menjual sendiri kulitnya kepada pengepul kulit atau pihak lainnya, andaikan mereka menginginkan demikian. Syaikh Muhammad Ali Farkus Al-Jazairi mengatakan:

وأمَّا بيعُ الفقير أو المسكينِ لجلود الأضحية بعد التصدُّق بها عليه فجائزٌ لتَمَلُّكِها أوَّلًا

“Adapun jika orang fakir atau miskin menjual kulit hewan kurban yang mereka dapatkan setelah disedekahkan (oleh panitia atau shahibul qurban), maka ini boleh. Karena memang kulit tersebut sudah menjadi milik mereka” (Fatawa Syaikh Muhammad Ali Farkus no.94).

Solusi ini lebih baik dan lebih hati-hati karena keluar dari khilaf ulama. Wallahu a’lam.

Semoga Allah memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/38633-bolehkah-menjual-kulit-hewan-kurban-namun-hasilnya-disedekahkan.html